Rabu, 23 November 2011

ETIKA BISNIS TERHADAP CORPORATE SOSIAL RESPONSIBILITY(CSR) PADA PT. FREEPORT INDONESIA

NAMA : GABRIELLE GIRI E
KELAS : 4EA12
NPM : 10208531
 
ETIKA BISNIS TERHADAP CORPORATE SOSIAL
RESPONSIBILITY(CSR) PADA PT. FREEPORT INDONESIA
 
PT.FREEPORT Indonesia (PTFI) adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport Mc MoRan Copper & Gold Inc. PT. Freeport Indonesia merupakan penghasil terbesar konstrat tembaga dari bijih mineral yang juga mengandung emas dalam jumlah yang berarti.
Awal berdirinya PT.FREEPORT Indonesia (PTFI) bermula saat seorang manajer eksplorasi Freeport Minerals Company: Forbes Wilson, melakukan ekspedisi pada tahun 1960 ke Papua setelah membaca sebuah laporan tentang ditemukannya Ertsberg (Gunung Bijih), sebuah cadangan mineral, oleh seorang geolog Belanda; Jean Jacques Dozy, pada tahun 1936. setelah ditandanganinya kontrak karya pertama dengan Pemerintah Indonesia bulan April 1967, Konstruksi skala besar dimulai bulan Mei 1972. Setelah para geolog menemukan cadangan kelas duni Grasberg pada tahun 1988, operasi PTFI menjadi salah satu proyek tambang tembaga/emas terbesar di dunia. Di akhir tahun 1991, Kontrak Karya kedua ditandangani dan PTFI diberikan hak oleh Pemerintah Indonesia untuk meneruskan operasinya selama 30 tahun
PTFI merupakan salah salah satu pembayar pajak terbesar bagi Negara Indonesia. Sejak tahun 1992 sampai 2005, manfaat langsung dari operasi perusahaan terhadap Indonesia dalam bentuk dividen, royalti dan pajak mencapai sekitar 3,9 milliar dolar AS. Selain itu PTFI juga telah memberikan manfaat tidak langsung dalam bentuk upah, gaji dan tunjangan, reinvestasi dalam neger, pembelian barna gdan jasa, serta pembangunan daerah dan donasi. Dalam tahun 2005 PTFI telah menghasilkan dan menjual konsentrat yang mengandung 1,7 miliar pon tembaga gan 3,4 juta ons emas.
PTFI (PT.FREEPORT) Company memiliki visi untuk menjadi tambang terbaik di dunia yang berlokasi di ketinggian dan lingkungan bercurah hujan tinggi. Kepemilikan sahamnya adalah Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc (AS) sebesar 81,28%, Pemerintah Indonesia sebesar 9,36% dan PT. Indocoppor Investama sebesar 9,36%. 

Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR)
PT.FREEPORT memiliki komitmen untuk mengelola dan meminimalisasi dampak dari kegiatan operasionalnya terhadap lingkungan dan untuk mereklamasi serta menghijaukan kembali lahan yang terkena dampak. Melalui kebijakan lingkungan, PT.FREEPORT berkomitmen untuk melaksanakan pengelolaan dan praktik-prkatik lingkungan yang baik, menyediakan sumber daya yang cukup layak guna memenuhi tanggung jawab tersebut dan melakukan perbaikan berkesinambungan terhadap kinerja lingkungan pada setiap lokasi kegiatan. PT.FREEPORT juga memiliki komitmen kuat untuk mendukung penelitian ilmilah guna memahami lingkungan di sekitar tempat PT.FREEPORT beroperasi, serta melakukan pemantauan yang komprehensif untuk menentukan efektivitasdari praktik-praktik pengelolaan.
Selain itu, PT.FREEPORT juga bekerja dengan instansi pemerintah, masyarakat setempat, maupun lembaga swadaya masyarakt yang bertanggung jawab, untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Dalam hal ini PT.FREEPORT menganut prinsip-prinsip kerangka kerja pembangunan berkelanjutan dari dewan internasional tentang pertambangan dan logam Sustainable Development
Framework of the international Council ini Mining and Metals (ICMM), dimana
PT.FREEPORT termasuk anggotanya:
1. Pelaksanaan Audit Lingkungan
Audit lingkungan yang dilakukan PT.FREEPORT menghasilkan informasi bagi para manajer tentang kinerja lingkungan saat ini serta membantu mengindentifikasi peluang-peluanga perbaikan.
2. Program Pengelolaan Trailing
Pengendapan Dimodifikasi), yaitu sebuah sistem yang direkayasa dan dikelola
bagi pengendapan dan pengendalian tailing.
Pengambilan sampel secara luas terhadap mutu air dalam pengelolaan tailingmenunjukkan bahwa air pada sungai yang mengangkut tailing dari pabrik pengolahan  PT.FREEPORT di daerah dataran tinggi  menuju daerah pengendapatnd I dataran rendah telah memenuhi baku mutu air bersih untuk logam terlarut sesuai peraturan Pemerintah Indonesia maupun USEPA (Lembaga Perlindungan Lingkungan AS).
3. Reklamasi dan Penhijauan kembali
a. Daerah dataran tinggi
Para ilmuwan internasional dan staff PT.FREEPORT telah mengkaji ekologi dari ekosistem alpin di wilayah kerja PT.FREEPORT, serta mengembangkan cara-cara handal untuk menghasilkan bibit jenis tanaman asli. Kajian-kajian yang pernah dilakukan hingga saat ini mencakup etnobotani, keanekaragaman hayati pada ekosistem su-alpin dan alpin, pemanfaatan jenis-jenis asli tanaman lumut dan bakteri untuk strategi reklamasi perintis dan budi daya jaringan untuk pengembangan jenis tanaman alpin asli.hingga akhir 2005, lebih dari 10 hektar tanah terganggu pada tambang di daerah dataran tinggi yang berhasil dihijaujan kembali dalam rangka memenuhi komitmen PT.FREEPORT kepada pemerintah Indonesia.
b. Dataran rendah
Tujuan dari program reklamasi dan penghijauan kembali PT.FREEPORT di daerah dataran rendah adalah untuk mengubah endapan tailing pada daerah pengendapan menjadi lahan pertanian atau dimanfaatkan sebagai lahan produktif lainnya, atau menumbuhkannya kembali dengan tanaman asli setelah kegiatan tambang berakhir.
4. Pengelolaan Overburden dan air asam tambang
PT.FREEPORT menangani overburden melalui sebuah rencana pengelolaanoverburden komprehensif yang telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia.PT.FREEPORT melakukan pengelolaan dan pemantauan terhadap air asam tambang yang dihasilkan oleh kegiatannya. Sesuai rencan pengelolaan overburden yang telah disetujui oleh pemerintah, PT.FREEPORT 
menempatkan overburden pada daerah-daerah terkelola di sekitar tambang
terbuka Grasberg.
5. Pengelolaan dan daur ulang limbah
Program-program pengelolaan lingkungan PT.FREEPORT mencakup seluruh aspek kegiatannya bukan saja yang berhubungan dengan pertambangan. Program-program minimilasasi limbah yang dilaksanakan mencakup pengurangan dan penukaran dengan produk-produk ramah lingkungan. Bahan yang dapat didaur ulang seperti aluminium, besi tua, dan baterai bekas didaur ulang sesuai ketentuan pemerintah Indonesia. Mutu limbah cair dari seluruh instalasi pengolahan limbah cair dipantau secara berkala untuk parameter pH (kadar alkali), BOD (Biological Oxygen Demand), TSS (Total Suspended
Solids/total padatan tersuspensi) serta minyak dan lemak sesuai baku mutu.
6.Dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh
PT.FREEPORT, USAID dan keuskupan Timika maka didapatkan sebuah model yang akan mengembangkan nelayan kepada kehidupan yang maju. Kendala nelayan terberat adalah jika tidak ada pabrik es, tempat pelelangan ikan yang memadai termasuk pelabuhan perikanan, sarana penyediaan bahan bakar minyak (BBM) dan cold storage. Bersama vibizconsulting dibangun sebuah model CSR yang belum pernah diterapkan sebelumnya. Nelayan akan mampu bersaing karena pengembangan sumberdaya manusia menjadi titiktolak berdirinya masyrakat nelayan yang tangguh. (www.vibislearning.com)
Kontroversi 
Berdasarkan aktivitas CSR yang dilakukan perusahaan, sebetulnya sudah ada usaha perusahaan untuk memperhatikan stakeholdernya namun masih terdengar beberapa peristiwa yang terkait dengan pertentangan masyarakat dengan perusahaan. Seperti tanggal 21 Februari 2006 terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi PT.FREEPORT di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam PT.FREEPORT. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama PT.FREEPORT di RidgeCamp, di Mile 72-74, selama beberapa hari, yang merupakan jalan utama (akses satu-satunya) ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg. Setelah itu banyak demo-demo dilakukan oleh masyarakat Papua untuk menutup Freeport.
Berdasarkan aktivitas CSR yang dilakukan perusahaan, sebetulnya sudah ada usaha perusahaan untuk memperhatikan stakeholdernya namun masih terdengar beberapa peristiwa yang terkait dengan pertentangan masyarakat dengan perusahaan. Seperti tanggal 21 Februari 2006 terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi PT.FREEPORT di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam PT.FREEPORT. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama PT.FREEPORT di Ridge      
Pada 17 Maret 2006, tiga warga Abepura, Papua, terluka akibat terkena peluru pantulan setelah beberapa anggota brimob menembakkan senjatan ke udara di depan Kodim Abupura, beberapa wartawan televisi yang meliput dianiaya dan dirusak alat kerjanya oleh brimob. Tanggal 22 Maret 2006, lereng gunung di kawasan pertambangan terbuka PT.FREEPORT Indonesia di Grasberg, longsor dan menimbun sejumlah pekerja 3 orang meninggal dan puluhan lainnya cedera. Pada 23 Maret 2006 Kementrian Lingkungan Hidup mempublikasikan temuan pemantauan dan penataan kualitas lingkungan di wilayah penambangan PT.FREEPORT Indonesia. Hasilnya Freeport dinilai tak memenuhi batas air limbah dan telah mencemarkan air laut dan biota laut. Tanggal 18 April 2007 sekitar 9.000 karyawan Freeport mogok kerja untuk menuntut perbaikan kesejahteraan. Perundingan akhirnya diselesaikan paa 21 April setelah tercapai kesepakatan yang termasuk mengenai keniaikan gaji terendah. (www.Wikipedia)
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa aktivitas CSR yang dilakukan oleh perusahaan belum sepenuhnya mengena pada sasaran. Artinya perusahaan belum benar-benar memperhatikan kepentingan stakeholder seperti masyarakat Papua, belum memperhatikan keseimbangan lingkungan sekitarnya, dan terkesan hanya menjadikan pelaksanaan CSR untuk kepentingan kegiatan perusahaan, terutama dalam menarik simpati pemerintah dan PBB. Dan dari uraian tersebut dapat diindikasikan bahwa perusahaan hanya menyenangkansharehold er dengan meningkatkan laba perusahaan dari tahun ke tahun.
Disisi lain pemerintah kurang menjalankan pengawasan terhadap PT.FREEPORT dengan baik, sehingga fungsi kontrol dari pemerintahan menjadi kurang berfungsi. Salah satu penyebabnya adalah masih adanya kolosi yang dilakukan dengan pejabat dan instansi keamanan. Disamping itu kepemilikan saham oleh pemerintah Indonesia yang sangat kecil yaitu sebesar 9,36% menjadikan pemerintah tidak memegang kendali dalam pembuatan keputusan perusahaan.
Akibat dari tidak adanya kendali dari pemerintah menjadikan masyarakat sekitarnya tidak dapat menikmati kekayaan alam yang seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarat diwilayah tersebut. Selain itu perusahaan juga terkesan tidak benar-benar memperbaiki lingkungan tambang untuk ditanami sesuai dengan kemauan pemerintah.
Menghadapi hal tersebut, maka penggunaan regulator bagi pelaksanaan CSR disuatu perusahaan harus ditingkatkan, sebagai upaya menjaga keseimbangan kepentingan antara sharholder dengan stakeholder. Walaupun pemerintah telah mengupayakan beberapa undang-undang untuk pelaksanaan pertambangan dan lingkungan hidup, seperti:
1. Undang-Undang Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan No. 11
Tahun 1967 Tanggal 2 Desember 1967.
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UU-PLH)
3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 23 tahun 2008 tentang Pedoman teknis pencegahan dan atau kerusakan lingkungan hidup akibat pertambangan emas masyarakat.
 

APA ITU ETIKA BISNIS?

NAMA ; GABRIELLE GIRI E
KELAS : 4EA12
NPM : 10209531

APA ITU "ETIKA BISNIS"

Tidak ada cara yang paling baik untuk memulai penelaahan hubungan antara etika dan
bisnis selain dengan mengamati, bagaimanakah perusahaan riil telah benar-benar
berusaha untuk menerapkan etika ke dalam bisnis. Perusahaan Merck and Company
dalam menangani masalah “river blindness” sebagai contohnya ;
River blindness adalah penyakit sangat tak tertahankan yang menjangkau 18 juta
penduduk miskin di desa-desa terpencil di pinggiran sungai Afrika dan Amerika Latin.
Penyakit dengan penyebab cacing parasit ini berpindah dari tubuh melalui gigitan lalat
hitam. Cacing ini hidup dibawah kulit manusia, dan bereproduksi dengan melepaskan
jutaan keturunannya yang disebut microfilaria yang menyebar ke seluruh tubuh dengan
bergerak-gerak di bawah kulit, meninggalkan bercak-bercak, menyebabkan lepuh-lepuh
dan gatal yang amat sangat tak tertahankan, sehingga korban kadang-kadang
memutuskan bunuh diri.
Pada tahun 1979, Dr. Wiliam Campbell, ilmuwan peneliti pada Merck and Company,
perusahaan obat Amerika, menemukan bukti bahwa salah satu obat-obatan hewan yang
terjual laris dari perusahaan itu, Invernectin, dapat menyembuhkan parasit penyebab river
blindness. Campbell dan tim risetnya mengajukan permohonan kepada Direktur Merck,
Dr. P. Roy Vagelos, agar mengijinkan mereka mengembangkan obat tersebut untuk
manusia.
Para manajer Merck sadar bahwa kalau sukses mengembangkan obat tersebut, penderita
river blindness terlalu miskin untuk membelinya. Padahal biaya riset medis dan tes klinis
berskala besar untuk obat-obatan manusia dapat menghabiskan lebih dari 100 juta dollar.
Bahkan, kalau obat tersebut terdanai, tidak mungkin dapat mendistribusikannya, karena
penderita tinggal di daerah terpencil. Kalau obat itu mengakibatkan efek samping,
publisitas buruk akan berdampak pada penjualan obat Merck. Kalau obat murah tersedia,
obat dapat diselundupkan ke pasar gelap dan dijual untuk hewan,sehingga
menghancurkan penjualan Invernectin ke dokter hewan yang selama ini menguntungkan.
Meskipun Merck penjualannya mencapai $2 milyar per tahun, namun pendapatan
bersihnya menurun akibat kenaikan biaya produksi, dan masalah lainnya, termasuk
kongres USA yang siap mengesahkan Undang-Undang Regulasi Obat yang akhirnya
akan berdampak pada pendapatan perusahaan. Karena itu, para manajer Merck enggan
membiayai proyek mahal yang menjanjikan sedikit keuntungan, seperti untuk river
blindness. Namun tanpa obat, jutaan orang terpenjara dalam penderitaan menyakitkan.
Setelah banyak dilakukan diskusi, sampai pada kesimpulan bahwa keuntungan
manusiawi atas obat untuk river blindness terlalu signifikan untuk diabaikan. Keuntungan
manusiawi inilah, secara moral perusahaan wajib mengenyampingkanbiaya dan imbal
ekonomis yang kecil. Tahun 1980 disetujuilah anggaran besar untuk mengembangkan
Invernectin versi manusia.
Tujuh tahun riset mahal dilakukan dengan banyak percobaan klinis, Merck berhasil
membuat pil obat baru yang dimakan sekali setahun akan melenyapkan seluruh jejak
parasit penyebab river blindness dan mencegah infeksi baru. Sayangnya tidak ada yang
mau membeli obat ajaib tersebut, termasuk saran kepada WHO, pemerintah AS dan
pemerintah negara-negara yang terjangkit penyakit tersebut, mau membeli untuk
melindungi 85 juta orang beresiko terkena penyakit ini, tapi tak satupun menanggapi
permohonan itu. Akhirnya Merck memutuskan memberikan secara gratis obat tersebut,
namun tidak ada saluran distribusi untuk menyalurkan kepada penduduk yang
memerlukan. Bekerjasama dengan WHO, perusahaan membiayai komite untuk
mendistribusikan obat secara aman kepada negara dunia ketiga, dan memastikan obat
tidak akan dialihkan ke pasar gelap dan menjualnya untuk hewan. Tahun 1996, komite
mendistribusikan obat untuk jutaan orang, yang secara efektif mengubah hidup penderita
dari penderitaan yang amat sangat, dan potensi kebutaan akibat penyakit tersebut.
Merck menginvestasikan banyak uang untuk riset, membuat dan mendistribusikan obat
yang tidak menghasilkan uang, karena menurut Vegalos pilihan etisnya adalah
mengembangkannya, dan penduduk dunia ketiga akan mengingat bahwa Merck
membantu mereka dan akan mengingat di masa yang akan dating. Selama bertahun-tahun
perusahaan belajar bahwa tindakan semacam itu memiliki keuntungan strategis jangka
panjang yang penting.
Para ahli sering berkelakar, bahwa etika bisnis merupakan sebuah kontradiksi istilah
karena ada pertentangan antara etika dan minat pribadi yang berorientasi pada pencarian
keuntungan. Ketika ada konflik antara etika dan keuntungan, bisnis lebih memilih
keuntungan daripada etika.
Buku Business Ethics mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan strategi
bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan – sebuah pandangan yang semakin
diterima dalam beberapa tahun belakangan ini.
1.1.ETIKA BISNIS DAN ISU TERKAIT
Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya
adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua
menurut kamus – lebih penting – etika adalah “kajian moralitas”. Tapi meskipun etika
berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah
semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri,
sedangkan moralitas merupakan subjek.
A. Moralitas
Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar
dan salah, atau baik dan jahat.
Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan
yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada
objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral
seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai
moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau
ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”.
Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman,
pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan
perkumpulan.
Hakekat standar moral :
1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan
secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
2. Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif
tertentu.
3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya)
kepentingan diri.
4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.
Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan
yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik
bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak
memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu
dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.
B. Etika
Etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral
masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam
kehidupan kita dan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu
apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek.
Etika merupakan penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau
masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk
diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral adalah
mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut.
Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar
yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika
mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah, dan moral
yang baik dan jahat.
C. Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis.
Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke
dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi
dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di
dalam organisasi.
D. Penerapan Etika pada Organisasi Perusahaan
Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban
diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai
perilaku moral yang nyata?
Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini :
Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang
mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan
bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka
lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan
mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam
pengertian yang sama yang dilakukan manusia.
Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal
berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal
mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral.
Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta
mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih
tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena
ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal
bertindak secara moral.
Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia,
indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan
tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan
perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan
perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan
tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak
secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara
bermoral.
E. Globalisasi, Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis
Globalisasi adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system ekonomi
serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barangbarang,
jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan
saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa
komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pasar
terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan system transportasi seperti internet dan
pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF,
dan lain sebagainya.
Perusahaan multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab
dalam transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan multinasional adalah
perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi
administrasi di beberapa negara. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang
melakukan kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang
berbeda.
Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam budaya
dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan
melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.
F. Etika Bisnis dan Perbedaan Budaya
Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki
keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung
kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan
bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus
diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat. Dalam penalaran
moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam
masyarakat manapun dimana dia berada.
Pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral
tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan
terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif.
Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan
moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan
moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita.
G. Teknologi dan Etika Bisnis
Teknologi yang berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat
dan bisnis, dan menciptakan potensi problem etis baru. Yang paling mencolok adalah
revolusi dalam bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi menyebabkan beberapa
perubahan radikal, seperti globalisasi yang berkembang pesat dan hilangnya jarak,
kemampuan menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang keuntungan dan resikonya
tidak terprediksi. Dengan perubahan cepat ini, organisasi bisnis berhadapan dengan
setumpuk persoalan etis baru yang menarik.

Etika Bisnis – Peranan Etika dalam Bisnis

NAMA : GABRIELLE GIRI E
KELAS : 4EA12
NPM :  10208531

Etika Bisnis – Peranan Etika dalam Bisnis

Peranan Etika dalam Bisnis :
Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1. Produk yang baik
2. Managemen yang baik
3. Memiliki Etika
Selama perusahaan memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya manusia dan lain-lain tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tsb. Bisnis merupakan suatu unsur mutlak perlu dalam masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral.
Mengapa bisnis harus berlaku etis ?
Tekanan kalimat ini ada pada kata “harus”. Dengan kata lain, mengapa bisnis tidak bebas untuk berlaku etis atau tidak? Tentu saja secara faktual, telah berulang kali terjadi hal-hal yang tidak etis dalam kegiatan bisnis, dan hal ini tidak perlu disangkal, tetapi juga tidak perlu menjadi fokus perhatian kita. Pertanyaannya bukan tentang kenyataan faktual, melainkan tentang normativitas : seharusnya bagaimana dan apa yang menjadi dasar untuk keharusan itu.
Mengapa bisnis harus berlaku etis, sebetulnya sama dengan bertanya mengapa manusia pada umumnya
harus berlaku etis. Bisnis disini hanya merupakan suatu bidang khusus dari kondisi manusia yang umum.
Ref : http://www.scribd.com/doc/18575776/ETIKA-BISNIS

MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN ETIKA BISNIS DALAM PERUSAHAAN

NAMA : GABRIELLE GIRI E
KELAS : 4EA 12
NPM : 10208531

MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN ETIKA BISNIS DALAM PERUSAHAAN

.... being ethically literate is not just about giving large sums of money  for charity.  It is about recognizing and acting on potential ethical
issues  before they become legal problem  ( Berenheim).


Kalimat pembuka  yang disampaikan oleh Ronald E. Berenheim dari New York University (2001) tampaknya sangat relevan  dengan topik kita saat ini. Karena semenjak terjadinya kasus  Enron (2001) dan Worldcom (2002) perhatian perusahaan-perusahaan besar kelas dunia terhadap upaya melakukan revitalisasi penerapan etika bisnis dalam perusahaan makin berkembang. Hal ini terutama didesak oleh kepentingan para pemegang saham agar Direksi lebih mendasarkan pengelolaan perusahaan pada etika bisnis, karena pemegang saham tidak ingin kehancuran yang terjadi pada Enron  dan Worldcom terulang  pada perusahaan mereka. Demikian pula  stakeholders (pemangku kepentingan) lainnya pun tidak ingin tertipu dan ditipu oleh pengelola perusahaan. Walaupun sebelumnya telah diperingatkan pula dengan kasus  Baring dengan aktornya Nicholas Leeson (1995).



Di Indonesia tampaknya masalah penerapan etika perusahaan yang lebih intensif masih belum dilakukan dan digerakan secara nyata. Pada umumnya baru sampai tahap pernyataan-pernyaaatn atau sekedar  “lips-service” belaka.  Karena memang enforcement dari pemerintah pun belum tampak secara jelas.

Sesungguhnya Indonesia harus lebih awal menggerakan penerapan etika bisnis secara intensif terutama setelah tragedi krisis ekonomi tahun 1998. Sayangnya bangsa ini mudah lupa dan mudah pula memberikan maaf kepada  suatu kesalahan yang menyebabkan bencana nasional sehingga penyebab krisis tidak diselesaikan secara tuntas dan tidak berdasarkan suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya penyebab utama krisis ini, dari sisi korporasi,  adalah tidak berfungsinya  praktek etika bisnis secara benar, konsisten dan konsekwen. Demikian pula penyebab terjadinya kasus Pertamina tahun (1975), Bank Duta (1990)  adalah serupa.

 Praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku “code of conducts” atau kode etik dimasing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek etika bisnis yakni mengkodifikasi-kan  nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis  bersama-sama corporate-culture  atau budaya perusahaan, kedalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan untuk dilakukan dan tidak dilakukan oleh manajemen dan karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis.

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah  cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan  individu,  perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup  bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal)  tidak tergantung pada kedudukani individu ataupun perusahaan di masyarakat.

Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan  bisnis seringkali kita temukan “grey-area” yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.

Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard Decisions on Soft Criteria, membedakan antara ethics, morality dan law sebagai berikut :
  • •    Ethics is defined as the consensually accepted standards of behavior for an occupation, trade and profession
  • •    Morality  is the precepts of personal behavior based on religious or philosophical grounds
  • •    Law  refers to formal codes that permit or forbid  certain behaviors and may or may not enforce ethics or morality.
Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat  tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika kita :
  1. Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensi nya. Oleh karena itu dalam bertindak seseorang  seharusnya mengikuti  cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya. 
  2. Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuan nya memiliki hak dasar  yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan  menyebabkan terjadi benturan dengan hak  orang lain. 
  3. Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada  pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Dari pengelompokan tersebut Cavanagh (1990) memberikan cara menjawab permasalahan etika dengan merangkum dalam 3 bentuk pertanyaan sederhana yakni :
  • •     Utility : Does it optimize the satisfactions of all stakeholders ?
  • •     Rights : Does it respect the rights of the individuals involved ?
  • •     Justice : Is it consistent with the canons oif justice ?

Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini?  Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi  serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.
Contoh kasus Enron yang selain menhancurkan dirinya telah  pula menghancurkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen yang memiliki reputasi internasional, dan telah dibangun lebih dari 80 tahun, menunjukan bahwa penyebab utamanya adalah praktek etika perusahaan tidak dilaksanakan dengan baik dan tentunya karena lemahnya  kepemimpinan  para pengelolanya. Dari pengalaman berbagai kegagalan tersebut, kita harus makin waspada dan tidak terpana oleh  cahaya dan kilatan suatu perusahaan hanya semata-mata dari penampilan saja, karena berkilat belum tentu emas.

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang karena :
  • •       Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
  • •      Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
  • •      Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga
  • •      Akan meningkatkan keunggulan bersaing.

Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing  tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan  perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yany tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus  dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni  dengan cara :
  • •    Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
  • •    Memperkuat sistem pengawasan 
  • •    Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.
Ketentuan tersebut seharusnya  diwajibkan untuk dilaksanakan, minimal oleh para pemegang saham, sebagaimana dilakukan oleh perusahaan yang tercatat di NYSE ( antara lain PT. TELKOM dan PT. INDOSAT) dimana diwajibkan untuk membuat berbagai peraturan perusahaan yang sangat ketat sesuai dengan ketentuan dari Sarbannes Oxley yang diterbitkan dengan maksud untuk mencegah  terulangnya kasus Enron dan Worldcom.
Kesemuanya itu adalah dari segi korporasi, bagaimana penerapan untuk individu dalam korporasi tersebut ? Anjuran dari filosuf Immanual Kant yang dikenal dengan Golden Rule bisa sebagai jawabannya, yakni :
  • •    Treat others as you would like them to treat you
  • •    An action is morally wrong for a person if that person uses others, merely as means for advancing his own interests.

Apakah untuk masa depan etika perusahaan ini masih diperlukan ?  Bennis, Spreitzer dan Cummings (2001) menjawab “ Young leaders place great value on ethics. Ethical behavior was identified as a key characteristic of the leader of the future and was thought to be sorely lacking in current leaders.”
Dan kasus Enron pun merupakan pukulan berat bagi sekolah-sekolah bisnis  karena ternyata etika belum masuk dalam kurikulum misalnya di Harvard Business School. Sebelumnya mahasiswa hanya beranggapan  bahwa “ethics as being about not getting caught rather than how to do the right thing in the first place”.

Yogyakarta, 13 April 2006



DAFTAR  PUSTAKA
1.    Bennis Warren, Spreitzer Gretchen M, Cummings Thomas, The Future of    Leadership, Jossey-Bass, San Fransisco (2001).
2.    Berenheim Ronald, The Enron Ethics Breakdown, The Conference Board Inc., New York (2001).
3.    Cavanagh, G.F. , American Business Values, 3rd Edition, Prentice Hall, New Jersey ( 1990).
4.    Fusaro Peter C., and Miller Ross M., What Went Wrong at Enron, John Willey & Sons, New Jersey, 2002.
5.    Von der Embse and Wagley R.A.., Managerial Ethics Hard Decisions on Soft Criteria, SAM Advanced Management Journal (1994).
6.    Zhang Peter G., Baring Bankruptcy and Financial Derivatives, World Scientific, Singapore (1995)

MASALAH POKOK DALAM ETIKA BISNIS

NAMA : GABRIELLE GIRI E
KELAS : 4EA 12
NPM : 10208531

MASALAH POKOK DALAM ETIKA BISNIS

Andaikan anda adalah seorang direktur teknik yang harus menerapkan teknologi baru. Anda tahu teknologi ini diperlukan dapat meningkatkan efisiensi industri, namun pada saat yang sama juga membuat banyak pegawai yang setia akan kehilangan pekerjaan, karena teknologi ini hanya memerlukan sedikit tenaga kerja saja. Bagaimana sikap anda? Dilema moral ini menunjukkan bahwa masalah etika juga meliputi kehidupan bisnis. Perusahaan dituntut untuk menetapkan patokan etika yang dapat diserap oleh masyarakat dalam pengambilan keputusannya. Sedangkan di pihak lain, banyak masyarakat menganggap etika itu hanya demi kepentingan perusahaan sendiri. Tantangan yang dihadapi serta kesadaran akan keterbatasan perusahaan dalam memperkirakan dan mengendalikan setiap keputusannya membuat perusahaan semakin sadar tentang tantangan etika yang harus dihadapi.
INOVASI, PERUBAHAN DAN LAPANGAN KERJA
Aspek bisnis yang paling menimbulkan pertanyaan menyangkut etika adalah inovasi dan perubahan. Sering terjadi tekanan untuk berubah membuat perusahaan atau masyarakat tidak mempunyai pilihan lain. Perusahaan harus menanam modal pada mesin dan pabrik baru yang biasanya menimbulkan masalah karena ketidakcocokan antara keahlian tenaga kerja yang dimiliki dan yang dibutuhkan oleh teknologi baru. Sedangkan perusahaan yang mencoba menolak perubahan teknologi biasanya menghadapi ancaman yang cukup besar sehingga memperkuat alasan perlunya melakukan perubahan. Keuntungan ekonomis dari inovasi dan perubahan biasanya digunakan sebagai pembenaran yang utama.
Sayangnya biaya sosial dari perubahan jarang dibayar oleh para promotor inovasi. Biaya tersebut berupa hilangnya pekerjaan, perubahan dalam masyarakat, perekonomian, dan lingkungan. Biaya-biaya ini tak mudah diukur. Tantangan sosial yang paling mendasar berasal dari masyarakat yang berdiri di luar proses. Dampak teknologi baru bukan mustahil tak dapat diprediksi. Kewaspadaan dan keterbukaan yang berkesinambungan merupakan tindakan yang penting dalam usaha perusahaan memenuhi kewajibannya.
Dampak inovasi dan perubahan terhadap tenaga kerja menimbulkan banyak masalah dibanding aspek pembangunan lainnya. Banyak pegawai menganggap inovasi mengecilkan kemampuan mereka. Hal ini mengubah kondisi pekerjaan serta sangat mengurangi kepuasan kerja. Perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk menyediakan lapangan kerja dan menciptakan tenaga kerja yang mampu bekerja dalam masa perubahan. Termasuk di dalamnya adalah
mendukung, melatih, dan mengadakan sumber daya untuk menjamin orang-orang yang belum bekerja memiliki keahlian dan dapat bersaing untuk menghadapi dan mempercepat perubahan.
PASAR DAN PEMASARAN
Monopoli adalah contoh yang paling ekstrem dari distorsi dalam pasar. Ada banyak alasan untuk melakukan konsentrasi industri, misal, meningkatkan kemampuan berkompetisi, memudahkan permodalan, hingga semboyan “yang terkuat adalah yang menang”. Penyalahgunaan kekuatan pasar melalui monopoli merupakan perhatian klasik terhadap bagaimana pasar dan pemasaran dilaksanakan. Kecenderungan untuk berkonsentrasi dan kekuatan nyata dari perusahaan raksasa harus dilihat secara hati-hati.
Banyak kritik diajukan pada aspek pemasaran, misal, penyalahgunaan kekuatan pembeli, promosi barang yang berbahaya, menyatakan nilai yang masih diragukan, atau penyalahgunaan spesifik lain, seperti iklan yang berdampak buruk bagi anak-anak. Diperlukan kelompok penekan untuk mengkritik tingkah laku perusahaan. Negara pun dapat menentukan persyaratan dan standar.
PENGURUS DAN GAJI DIREKSI
Unsur kepengurusan adalah bagian penting dari agenda kebijaksanaan perusahaan karena merupakan kewajiban yang nyata dalam bertanggungjawab terhadap barang dan dana orang lain. Perusahaan wajib melaksanakan pengurusan manajemen dengan tekun atas semua harta yang dipertanggungjawabkan pada pemberi tugas. Tugas terutama berada pada pundak direksi yang diharapkan bertindak loyal, dapat dipercaya, serta ahli dalam menjalankan tugasnya. Mereka tidak boleh menyalahgunakan posisinya. Mereka bertanggung jawab pada perusahaan juga undang-undang. Dalam hal ini auditing memegang peranan penting dalam mempertahankan stabilitas antara kebutuhan manajer untuk menjalankan tugasnya dan hak pemegang saham untuk mengetahui apa yang sedang dikerjakan para manajer. Perdebatan mengenai gaji direksi terjadi karena adanya ketidakadilan dalam proses penentuannya, ruang gerak yang dimungkinkan bagi direksi, kurang jelasnya hubungan antara kinerja organisasi dan penggajian, paket-paket tambahan tersembunyi dan kelemahan dalam pengawasan. Tampaknya gaji para direksi meningkat, sementara tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata cenderung menurun, dan nilai saham berfluktuasi. Hal ini menimbulkan kritik dan kesadaran untuk menyoroti kenaikan gaji para eksekutif senior. Informasi dan pembatasan eksternal merupakan unsur penting dalam upaya menyelesaikan penyalahgunaan yang terjadi.
TANTANGAN MULTINASIONAL
Sering terjadi, perusahaan internasional mengambil tindakan yang tak dapat diterima secara lokal. Banyak pertanyaan mendasar bagi perusahaan multinasional, seperti kemungkinan masuknya nilai moral budaya ke budaya masyarakat lain, atau kemungkinan perusahaan mengkesploitasi lubang-lubang perundang-undangan dalam sebuah negara demi kepentingan mereka. Dalam prakteknya, perusahaan internasional mempengaruhi perkembangan ekonomi sosial masyarakat suatu negara. Mereka dapat mensukseskan aspirasi negara atau justru malah membuat frustasi dengan menghambat tujuan nasional. Hal ini meningkatkan kewajiban bagi perorangan maupun industri untuk melaksanakan aturan kode etik secara internal maupun eksternal.

Etika bisnis: Monopoli – Kasus PT. Perusahaan Listrik Negara

NAMA : GABRIELLE GIRI E
KELAS : 4EA 12
NPM : 10208531

Etika bisnis: Monopoli – Kasus PT. Perusahaan Listrik Negara

A.     Latar belakang masalah
PT. Perusahaan Listrik Negara Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan mandat untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi PT. PLN untuk memenuhi itu semua, namun pada kenyataannya masih banyak kasus dimana mereka merugikan masyarakat. Kasus ini menjadi menarik karena disatu sisi kegiatan monopoli mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun disisi lain tindakan PT. PLN justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.
B.     Pengertian monopoli
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidan industri atau bisnis tersebut. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk  didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
Secara umum perusahaan monopoli menyandang predikat jelek karena di konotasikan dengan perolehan keuntungan yang melebihi normal dan penawaran komoditas yang lebih sedikit bagi masyarakat, meskipun dalam praktiknya tidak selalu demikian. Dalam ilmu ekonomi dikatakan ada monopoli jika seluruh hasil industri diproduksi dan dijual oleh satu perusahaan yang disebut monopolis atau perusahaan monopoli.
C.     Jenis monopoli
Ada dua macam monopoli. Pertama adalah monopoli alamiah dan yang kedua adalah monopoli artifisial. Monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena kondisi objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain. Dalam jenis monopoli ini, sesungguhnya pasar bersifat terbuka. Karena itu, perusahaan ain sesungguhnya bebas masuk dalam jenis industri yang sama. Hanya saja, perusahaan lain tidak mampu menandingi perusahaan monopolistis tadi sehingga perusahaan yang unggul tadi relatif menguasasi pasar dalam jenis industri tersebut.
Yang menjadi masalah adalah jenis monopoli yang kedua, yaitu monopoli artifisial. Monopoli ini lahir karena persekongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa demi melindungi kepentingan kelompok pengusaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa lahir karena pertimbangan rasional maupun irasional. Pertimbangan rasional misalnya demi melindungi industri industri dalam negeri, demi memenuhi economic of scale, dan seterusnya. Pertimbangan yang irasional bisa sangat pribadi sifatnya dan bisa dari yang samar-samar dan besar muatan ideologisnya sampai pada yang kasar dan terang-terangan. Monopoli ini merupakan suatu rekayasa sadar yang pada akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan kepentingan kelompok lain, bahkan kepentingan mayoritas masyarakat.
D.      Ciri pasar monopoli
Adapun yang menjadi ciri-ciri dari pasar monopoli adalah:
  1. Pasar monopoli adalah industri satu perusahaan. Dari definisi monopoli telah diketahui bahwa hanya ada satu saja perusahaan dalam industri tersebut. Dengan demikian barang atau jasa yang dihasilkannya tidak dapat dibeli dari tempat lain. Para pembeli tidak mempunyai pilihan lain, kalau mereka menginginkan barang tersebut maka mereka harus membeli dari perusahaan monopoli tersebut. Syarat-syarat penjualan sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan monopoli itu, dan konsumen tidak dapat berbuat suatu apapun didalam menentukan syarat jual beli.
  2. Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip. Barang yang dihasilkan perusahaan monopoli tidak dapat digantikann oleh barag lain yang ada didalam pasar. Barang-barang tersebut merupakan satu-satunya jenis barang yang seperti itu dan tidak terdapat barang mirip yang dapat menggantikan.
  3. Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk kedalam industri. Sifat ini merupakan sebab utama yang menimbulkan perusahaan yang mempunyai kekuasaan monopoli. Keuntungan perusahaan monopoli tidak akan menyebabkan perusahaan-perusahaan lain memasuki industri tersebut.
  4. Dapat mempengaruhi penentuan harga. Oleh karena perusahaan monopoli merupakan satu-satunya penjual didalam pasar, maka penentuan harga dapat dikuasainya. Oleh sebab itu perusahaan monopoli dipandang sebagai penentu harga.
  5. Promosi iklan kurang diperlukan. Oleh karena perusahaan monopoli adalah satu-satunya perusahaan didalam industri, ia tidak perlu mempromosikan barangnya dengan menggunakan iklan. Walau ada yang menggunakan iklan, iklan tersebut bukanlah bertujuan untuk menarik pembeli, melainkan untuk memelihara hubungan baik dengan masyarakat.
E.    Undang-undang tentang monopoli
Terlepas dari kenyataan bahwa dalam situasi tertentu kita membutuhkan perusahaan besar dengan kekuatan ekonomi yang besra, dalam banyak hal praktik monopoli, oligopoli, suap, harus dibatasi dan dikendalikan, karena bila tidak dapat merugikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Strategi yang paling ampuh untuk itu, sebagaimana juga ditempuh oleh Negara maju semacam Amerika, adalah melalui undang-undang anti-monopoli.
Di Indonesia untuk mengatur praktik monopoli telah dibuat sebuah undang-undang yang mengaturnya. Undang-undang itu adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini menerjemahkan monopoli sebagai suatu tindakan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan praktik monopoli pada UU tersebut dijelaskan sebagai suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. UU ini dibagi menjadi 11 bab yang terdiri dari beberapa pasal.
F.    Rumusan masalah
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata.
Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
  1. Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
  2. Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.
G.    Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika deontologi
Konsep teori etika deontologi ini mengemukakan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak secara baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang baik dari pelaku.
Dalam kasus ini, PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.
H.    Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika teleologi
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dalam kasus ini, monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.
I.    Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika utilitarianisme
Etika utilitarianisme adalah teori etika yang menilai suatu tindakan itu etis apabila bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung pada PT. PLN.
J.     Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

NAMA : GABRIELLE GIRI E
KELAS : 4EA 12
NPM : 10208531

Etika Bisnis dan Profesi


PROFESI ARSITEK DI INDONESIA Mulai dari awal perkembangangannya, banyak sekali pembahasan dan teori yang bermunculan di dalam arsitektur. Bila selama rentang waktu tersebut orang berusaha untuk mengerti arsitektur, sudah seharusnya juga berusaha untuk mengerti pelaku di dalam arsitektur. Apakah arsitektur merupakan suatu bidang yang dikerjakan oleh pelaku profesi, atau merupakan hal yang bisa dilakukan oleh siapa saja?. Terutama di masa sekarang ini, dimana dan bagaimanakah posisi profesi arsitek sesungguhnya?. Sebelum kita membahas mengenai profesi arsitektur sekarang ini, ada baiknya untuk memahami terlebih dahulu apa itu profesi. Blankenship mendefinisikan profesi melalui karakteristik umum yang biasa terlihat. Profesi adalah (1) pekerjaan penuh waktu (2) yang melalui pendidikan/pelatihan khusus (3) memiliki organisasi profesi (4) mempunyai komponen izin kerja (lisensi) dan pengakuan dari masyarakat (5) mempunyai kode etik dan hak pengelolaan mandiri (Dana Cuff, Architecture : The Story of Practice, 1992, p23). Dari ke lima karakekter umum tersebut kita bisa melihat bagaimana posisi profesi arsitektur di dunia modern pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya. Arsitektur Barat berkembang di Eropa sebelum menyebar ke Amerika dan benua benua lainnya. Pada awal permulaannya, profesi arsitek merupakan profesi kelas tertentu dan merupakan profesi yang turun temurun dan atau melalui proses pemagangan dalam waktu yang cukup lama. Revolusi Industri yang bermula di akhir abad ke 18 yang membawa perubahan besar dalam struktur ekonomi, sosial, dan teknologi juga memberikan dampak yang sangat besar di dalam arsitektur. Berubahnya struktur sosial di dalam masyarakat dimana kelas menengah mulai memiliki peranan di dalam ekonomi, dan banyak dibuatnya publikasi berkenaan dengan arsitektur, menjadikan profesi arsitektur tidak lagi menjadi profesi eksklusif kelas tertentu tetapi lebih terbuka bagi semua kalangan. Profesi arsitektur yang mulai menemukan identitasnya yang lebih jelas, mendorong dilakukannya usaha untuk membentuk sebuah organisasi yang dapat melindungi kepentingan dari arsitektur, memperbaiki status sosialnya dan mendirikan sarana pendidikan formal arsitektur. Pendidikan dan pelatihan arsitektur yang telah ada sebelumnya adalah berupa sistem pendidikan yang bersifat studio, yang lebih merupakan sebuah ‘sekolah seni’ seperti yang diterapkan oleh J.F. Blondel melalui Ecole des Arts – nya dan atau berupa proses pemagangan di kantor arsitek, sebagaimana yang diperkenalkan oleh Sir Robert Taylord di Inggris. Pendidikan arsitektur secara lebih formal secara teori pertama kali ditawarkan di Royal Academy Schools di Inggris tahun 1768, tapi baru pada tahun 1840-an dilakukan usaha yang serius dalam menangani pendidikan arsitektur, dengan berupaya memenuhi kebutuhan kebutuhan pelatihan spesialisasi, terutama pada aspek aspek teknis yang berkaitan dengan desain. Amerika Serikat sebagai negara ‘dunia baru’ yang sedang berkembang dengan sangat pesat pada masa itu, di awalnya banyak dari warga negaranya yang mempelajari arsitektur di sekolah sekolah seni di Eropa, terutama di The Ecole Des Beaux-Arts, Paris, yang merupakan sekolah seni terbaik pada masa itu. Dan baru di tahun 1865, dibuka sekolah arsitektur pertama di Massachuset Institute of Technology (MIT), yang diikuti dengan dibukanya 10 sekolah arsitektur lainnya dalam rentang waktu hingga pergantian abad. Di Indonesia sendiri, profesi arsitek ‘modern’ mulai dikenal ketika para arsitek kebangsaan Belanda yang menempuh pendidikan dan pelatihan arsitektur di Eropa, kembali dan berpraktek di Indonesia. Sedangkan pendidikan arsitektur formal pertama di Indonesia dibuka di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1950, dan mulai menelurkan lulusannya di tahun 1958. Sebelum itu, bangsa Indonesia yang berprofesi sebagai arsitek mempelajari ilmunya dengan bekerja pada para arsitek Belanda. Bahkan F. Silaban, salah satu arsitek berpengaruh di Indonesia tidak memiliki pendidikan formal arsitektur melainkan lulusan dari sekolah menegah kejuruan atau STM. Untuk melindungi profesi arsitek, dibentuklah organisasi atau asosiasi profesi. Organisasi profesi yang dibentuk pertama kali merupakan asosiasi artis, asosiasi arsitek yang pertama kali terbentuk adalah Royal Institute of British Architects (RIBA) pada tahun 1834. RIBA memiliki kepentingan dalam standarisasi pendidikan arsitektur, status, dan etika bisnis dalam arsitektur, termasuk juga mengatur standarisasi fee untuk jasa arsitek. The American Institute of Architects (AIA) terbentuk dua puluh tiga tahun kemudian, yaitu di tahun 1857. Tujuan awal dibentuknya AIA adalah untuk mempromosikan pendekatan ilmiah dan kesempurnaan praktek dari anggotanya dan juga untuk mengangkat nama profesi arsitek. Tujuan itu kemudian dituangkan dalam konstitusi AIA yaitu “untuk mempromosikan seni, pendekatan ilmiah, dan praktis profesi dari para anggotanya; untuk memudahkan hubungan dan persekutuan yang baik, untuk meningkatkan kedudukan profesi, dan untuk menggabungkan upaya mereka yang terlibat dalam praktik Arsitektur, untuk kemajuan Seni secara umum.” Di Indonesia, asosiasi profesi arsitek terbentuk pada 17 September 1959 yang dipicu oleh dikeluarkannya instruksi pemerintah untuk membentuk gabungan perusahaan sejenis yang dimaksudkan selain untuk memudahkan komunikasi antara pemerintah dengan dunia pengusaha, juga diharapkan dapat menentukan suatu standar kerja bagi para pelakunya. Ikatan Arsitek Indonesia diprakarsai oleh F. Silaban, yang menggalang arsitek senior Indonesia pada masa itu, dan Ir. Soehartono Soesilo yang mewakili arsitek muda pada masa itu. IAI dibentuk atas kesadaran bahwa pekerjaan perancangan berada di dalam lingkup kegiatan profesional (konsultan), yang mencakupi tanggung jawab moral dan kehormatan perorangan yang terlibat, sehingga diperlukan satu asosiasi khusus yang dapat mengatur hal itu. Sebagai asosiasi profesi tujuan dari IAI adalah untuk : • Mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan dasar arsitek profesional. • Meningkatkan penguasaan arsitek pada pengetahuan dan ketrampilan baru seiring kemajuan teknologi ilmu pengetahuan. • Meningkatkan tanggung jawab arsitek pada profesinya sebagai penyedia jasa pada masyarakat • Menempatkan arsitek profesional Indonesia dalam tingkat kompetensi yang diakui secara internasional. IAI selain sebagai asosiasi profesi tingkat nasional dengan beranggotakan lebih dari 11.000 arsitek yang terdaftar melalui 27 kepengurusan daerah dan 2 kepengurusan cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, juga aktif dalam kegiatan internasional melalui keanggotaannya di ARCASIA (Architects Regional Council of Asia) sejak tahun 1972 dan di UIA (Union Internationale des Architectes) sejak tahun 1974, serta AAPH (Asean Association Planning and Housing) di mana IAI merupakan salah satu pendirinya. Salah satu peranan penting yang dilakukan oleh asosiasi profesi adalah menentukan standar profesi dan mengeluarkan lisensi profesi bagi anggotanya. Lisensi dianggap penting untuk menjaga profesionalisme arsitek dan juga sebagai bagian dalam mendapat pengakuan dalam masyarakat. Di Indonesia, lisensi arsitek berupa Sertifikasi Keahlian Arsitek (SKA) yang diberikan kepada anggotanya setelah memenuhi persyaratan persyaratan tertentu dan diklasifikasikan dalam 3 tingkatan berdasarkan pengalaman dan masa kerja. Untuk dapat memperoleh sertifikasi tersebut, arsitek harus dapat memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik meliputi 13 butir kompetensi yaitu : 1. Perancangan Arsitektur Kemampuan menghasilkan rancangan arsitektur yang memenuhi ukuran estetika dan persyaratan teknis, dan yang bertujuan melestarikan lingkungan 2. Pengetahuan Arsitektur Pengetahuan yang memadai tentang sejarah dan teori arsitektur termasuk seni, teknologi dan ilmu-ilmu pengetahuan manusia 3. Pengetahuan Seni Pengetahuan tentang seni rupa dan pengaruhnya terhadap kualitas rancangan arsitektur 4. Perencanaan dan Perancangan Kota Pengetahuan yang memadai tentang perancanaan dan perancangan kota serta ketrampilan yang dibutuhkan dalam proses perancanaan itu 5. Hubungan antara Manusia, Bangunan dan Lingkungan Memahami hubungan antara manusia dan bangunan gedung serta antara bangunan gedung dan lingkungannya, juga memahami pentingnya mengaitkan ruang-ruang yang terbentuk di antara manusia, bangunan gedung dan lingkungannya tersebut untuk kebutuhan manusia dan skala manusia 6. Pengetahuan Daya Dukung Lingkungan Menguasai pengetahuan yang memadai tentang cara menghasilkan perancangan yang sesuai daya dukung lingkungan 7. Peran Arsitek di Masyarakat Memahami aspek keprofesian dalam bidang Arsitektur dan menyadari peran arsitek di masyarakat, khususnya dalam penyusunan kerangka acuan kerja yang memperhitungkan faktor-faktor sosial 8. Persiapan Pekerjaan Perancangan Memahami metode penelusuran dan penyiapan program rancangan bagi sebuah proyek perancangan 9. Pengertian Masalah Antar-Disiplin Memahami permasalahan struktur, konstruksi dan rekayasa yang berkaitan dengan perancangan bangunan gedung 10. Pengetahuan Fisik dan Fisika Bangunan Menguasai pengetahuan yang memadai mengenai permasalahan fisik dan fisika, teknologi dan fungsi bangunan gedung sehingga dapat melengkapinya dengan kondisi internal yang memberi kenyamanan serta perlindungan terhadap iklim setempat 11. Penerapan Batasan Anggaran dan Peraturan Bangunan Menguasai keterampilan yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan pihak pengguna bangunan gedung dalam rentang-kendala biaya pembangunan dan peraturan bangunan 12. Pengetahuan Industri Kontruksi dalam Perencanaan Menguasai pengetahuan yang memadai tentang industri, organisasi, peraturan dan tata-cara yang berkaitan dengan proses penerjemahan konsep perancangan menjadi bangunan gedung serta proses mempadukan penataan denah-denahnya menjadi sebuah perencanaan yang menyeluruh 13. Pengetahuan Manajemen Proyek Menguasai pengetahuan yang memadai mengenai pendanaan proyek, manajemen proyek dan pengendalian biaya pembangunan Hal yang kelima dan merupakan hal terpenting dari suatu profesi adalah kode etik profesi. Pekerjaan arsitektur melibatkan pihak pihak : arsitek, klien, penyandang dana (investor), konsultan profesi lain yang terkait, penduduk dan lingkungannya. Melalui kode etik, diatur hak dan kewajiban dari seorang arsitek secara umum, hak dan kewajiban arsitek terhadap publik, klien, profesi, rekan seprofesi, dan lingkungan. Di Indonesia, atau di IAI pada khususnya, kode etik ini diatur dalam Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek. Kode etik ini pertama kali dibuat dan disepakati pada tahun 1992 di Kaliurang, kemudian diperbaharui melalui kongres di Jakarta pada tahun 2005. Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi ArsiteK ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu: Mukadimah, 5 (lima) Kaidah Dasar, 21 (dua puluh satu) Standar Etika dan 45 (empat puluh lima) Kaidah Tata Laku. Kaidah Dasar, merupakan kaidah pengarahan secara luas sikap ber-etika seorang Arsitek. Standar Etika, merupakan tujuan yang lebih spesifik dan baku yang harus ditaati dan diterapkan oleh anggota dalam bertindak dan berprofesi. Kaidah Tata Laku, bersifat wajib untuk ditaati, pelanggaran terhadap kaidah tata laku akan dikenakan tindakan, sanksi keorganisasian IAI. Adapun kaidah tata laku ini, dalam beberapa kondisi/situasi merupakan penerapan akan satu atau lebih kaidah maupun standar etika. Untuk etika berprofesi, IAI melengkapi diri dengan Dewan Kehormatan Profesi, sebuah badan yang beranggotakan anggota profesional yang memiliki integrasi profesi dan menjunjung tinggi Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek. Dewan ini berfungsi untuk melakukan tinjauan atas kode etik yang sudah ada untuk kemudian membuat usulan penyempurnaan, memberikan edukasi etika profesi kepada anggota, dan menjadi badan tempat menyelesaikan permasalah dan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota IAI. Sebagai sebuah asosiasi profesi, IAI berusaha untuk terus meningkatkan profesionalisme anggota dan kemajuan dunia arsitektur di Indonesia. Pada kenyataannya, berkaitan dengan lisensi atau sertifikasi keahlian arsitek, masih belum menjadi keharusan dalam berpraktek atau berprofesi arsitek di Indonesia. Upaya untuk memiliki standar profesi masih terbatas pada anggota IAI, yang bukan menjadi kewajiban bagi arsitek yang berprofesi di Indonesia. Kode etik juga masih merupakan suatu sikap moral, mengingat di Indonesia sampai sekarang ini belum memiliki Undang Undang Arsitektur, yang mengatur hubungan, peran, kewajiban, dan hak arsitek dalam berhubungan dengan klien, profesi, rekan seprofesi, lingkungan, dan atau pihak pihak yang terkait dengan pekerjaannya. Sehingga sebagai sebuah profesi, profesi arsitek di Indonesia walaupun banyak dibutuhkan dalam pembangunan namun lemah secara hukum dan masih memerlukan upaya untuk terus memperbaiki dan meningkatkan standar profesi arsitek di Indonesia. Daftar Pustaka : Spiro Kostof, The Architect, 1977 Dana Cuff, Architecture : The History of Practice, 1992 Royal Institute of British Architects, www.architecture.com The American Institute of Architects, www.aia.org Ikatan Arsitek Indonesia, www.iai.or.id http://www.iai-banten.org/2010/02/04/profesi-arsitek-di-indonesia/

ETIKA BISNIS COCA COLA

NAMA : GABRIELLE GIRI E

KELAS : 4EA12

NPM : 10208531

ETIKA BISNIS COCA-COLA

The Coca-Cola Company adalah perusahaan manufaktur terbesar, distributor, dan juga pemasar konsentrat minuman non-alkoholik dan sirup di dunia. Produk jadi dari Coca-Cola, telah dijual di Amerika sejak tahun 1886, dan sekarang telah dijual di lebih dari 200 negara.

Coca-Cola memiliki lisensi lebih dari 400 brands, termasuk diantaranya minuman ringan, air mineral, juice dan minuman juice, teh, kopi, minuman energi dan minuman olahraga. Sampai saat ini Coca-Cola telah tersebar di berbagai Negara, lebih dari 200 negara, oleh karena itu operasionalnya dibagi menjadi beberapa grup, yaitu :
Africa
East, South Asia and Pacific Rim
European Union
Latin America
North America
North Asia, Eurasia and Middle East
KALAU INGIN SEHAT MINUMLAH SUSU
Produk Coca-Cola adalah sama disetiap negara, namun dengan Brand yang berbeda karena disesuaikan dengan Negara setempat. Beberapa produk Coca-Cola adalah : Coca-Cola, Coca-Cola Classic, caffeine free Coca-Cola, caffeine free Coca-Cola Classic, Cherry Coke, Diet Coke, caffeine free Diet Coke, Diet Coke Sweetened with Splenda, Diet Coke with Lime, Diet Cherry Coke, Black Cherry Vanilla Diet Coke, Coca-Cola Zero, Fanta, Sprite, Diet Sprite/Sprite, dan lain sebagainya.
Coca-Cola percaya bahwa sukses tidaknya suatu bisnis tergantung dari kemampuan perusahaan dalam berhubungan dengan konsumennya, baik itu dalam hal produk maupun dalam hal lainnya, misalnya lingkungan maupun social. Sehubungan dengan hal tersebut maka Coca-Cola melaksanakan beberapa program sebagai wujud tanggung jawab dan kepeduliannya, serta unutk membina hubungan baik dengan lingkungan dan masyarakat sekitar.
Beberapa program CSR (Corporate Social Responsibility) yang telah dilakukan oleh Coca-Cola diantaranya adalah :
1. Workplace and Human right
Menerbitkan Workplace Rights Policy dan Human Rights Statement pada January 2007, kemudian melakukan training atau pelatihan kepada para karyawan diberbagai departemen dalam hubungannya denga hal tersebut. Salah satu isi dari Workplace Rights Policy dan Human Rights Statement tersebut adalah Employment Nondiscrimination.
2. Ethics and Compliance
Coca-cola telah melakukan lebih dari 63000 training/pelatihan mengenai Ethics and Compliance ini mulai dari January 2006 sampai July 2007. Training tersebut diantaranya berisi mengenai European Union competition law, Latin American competition law, financial integrity, intellectual property dan competitive intelligence, drug free workplace dan preventing workplace violence. Selain itu Coca-cola juga menggalakkan anti bribery compliance program pada tahun 2006 yang terdiri dari kebijakan dan aturan, training and audits.
3. Health and Safety
Coca-cola menjamin kesehatan dan keselamatan kerja seluruh karyawannya.
4. HIV/AIDS
Coca-cola telah mempunyai AIDS health care programs di Afrika sejak tahun 2002, dan sampai saat ini Coca-cola telah mengembangkan program tersebut hingga ke China, India and Russia
5. Sustainable Packaging
Coca-cola melakukan desain ulang kemasannya agar sesedikit mungkin menggunakan bahan baku dan juga dapat di daur ulang. Pada tahun 2006 jumlah kemasan yang ramah lingkunagn tersebut telah mencapai 97% dari keseluruhan unit produksinya.
6. Solid Waste Recycling
Daur ulang limbah padat selama tahun 2006 adalah sebesar 1.20 million metric tons, hal ini bearrti meningkat 1% dari tahun 2005.
7. Corporate Social Investment (CSI)
Pada tahun 2006, Coca-cola telah mengeluarkan dana sebesar $70 million, yang diantaranya disalurkan untuk community and economic development, $25 million; higher education, $20 million; culture and arts, $13 million; other, $7 million; health and social services, $3 million; environment, $2 million

Selain program-program Corporate Responsibility yang secara umum dilakukan oleh Coca-cola tersebut, disetiap “operating group” Coca-Cola juga mempunyai program Corporate Responsibility sendiri yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan setempat. Beberapa Program CSR sesuai dengan “operating group” tersebut diantaranya adalah :
1. Africa
Di Africa, system yang diterapkan Coca-Cola memberikan pengaruh yang positif terhadap perekonomian lokal dan Coca-Cola menjadi perusahaan besar yang produk-produknya banyak dikonsumsi oleh rakyat afrika. Oleh karena itu, Coca-Cola mempunyai komitmen untuk terus ikut meningkatkan taraf kehidupan dan kesejahteraan hidup rakyat Afrika.
Beberapa program yang telah dilaksanakan Coca-Cola diantaranya adalah :
Energy and Water Stewardship
Di Afrika Selatan, meluncurkan program Watergy, bekerja sama dengan USAID, yaitu program untuk meningkatkan kepedulian terhadap penggunaan air dan masalah sanitasi. Di Kenya, Coca-cola melakukan penanaman pohon sejumlah kurang lebih 12000. Sama seperti di Afrika Selatan, di Uganda, diluncurkan program air bersih.
Youth Development
Meluncurkan program Junior Achievement Worldwide, melalui The Coca-cola Africa Foundation dengan jumlah dana $500000.
Well-being
Meluncurkan program Dance4life, yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian terhadap HIV/AIDS, dengan dana $2,5 million yang juga melalui The Coca-cola Africa Foundation.
2. Eurasia
Seperti kita ketahui bersama bahwa Eurasia merupakan tempat tinggal dari lebih kurang 2,1 million orang dan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan Coca-Cola. Melalui program Water Stewardship dan Active lifestyles, Coca-Cola berkeinginan untuk menciptakan sesuatu yang berbeda yang tentu saja bermakna, selain itu juga berkomitmen untuk menciptakan suatu pertumbuhan yang berkesinambungan.
Beberapa program yang telah dilaksanakan Coca-Cola diantaranya adalah :
Water Stewardship
Bekerja sama dengan UNDP, coca-cola mengalokasikan $7 million, untuk mengembangkan program Water Stewardship. Fokusnya berada di Kroasia, Kazakhstan, Romania, dan Turki.
Active lifestyles
Di ukraina dan Kroasia, Coca-cola bekerjasama dengan beberpa pihak, membangun lebih kurang 15 playground di enam kota dan melaksanakan kegitan olahraga unutk meningkatkan partisipasi remaja.
Environmental Stewardship
Di Rusia, meluncurkan program Green Teams, yang melibatkan 2500 sukarelawan, yang secara bersam mereka membersihkan jalan-jalan dan taman-taman di kota tersebut.
3. European Union
Dengan jumlah penduduk lebih kurang 473 million dan jumlah kolega/rekan bisnis lebih kurang 13.900, Coca-cola berkomitmen untuk membuat sesuatu yang berarti bagi Eropa dan berkontribusi dalam tanggungjawabnya kepada peraturan pemerintah hubungannya dengan gizi dan kesehatan.
Program-program yang dilaksanakan kurang lebih sama dengan operating group lainnya, yaitu :
Water Stewardship
Di Spanyol dan Polandia, Coca-cola bekerjasama dengan WWF untuk melaksankan program tersebut, yaitu fokus unutk meningkatkan kepedulian terhadap air bersih.
Well-being and Choice
Melakukan Nutrition Labeling, yaitu dengan mencantumkan seluruh kandungan kalori, nutrisi maupun bahan-bahan yang ada diproduk Coca-cola sehingga akan memberikan kesempatan kepada konsumen untuk memilih dan menyesuaikan dengan diet, kesehatan, gaya hidup. Selain itu juga melakukan Responsible Marketing, yaitu dengan tidak melakukan iklan atau promosi kepada anak-anak.
Sustainable Packaging
Di Austria, Coca-cola melakukan investasi untuk membangun pabrik dengan kemasan yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang.
4. Latin America
Di Amerika Latin, Coca-cola lebih focus pada kesejahteraan, kesehatan, dan lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan diluncurkannya program Movimiento Bienestar pada tahun 2006, dan kemudian juga diluncurkan program Accion Planeta.
Beberapa program yang telah dilaksanakan Coca-Cola diantaranya adalah :
Sustainable Packaging
Coca-Cola Mexico mengeluarkan Ultralight Bottle.
Water Stewardship
Meluncurkan program Motaguapolochic System di Guatemala bekerjasama dengan WWF. Program tersebut berisi antara lain tentang kepedulian terhadap tumbuhan dan watershed management.
Well-being and Choice
Meluncurkan program Movimiento Bienestar, yaitu program untuk mendukung tercapainya kesejahteraan, kesehtan, baik secara fisik maupun rohani.
Environmental Stewardship
Meluncurkan program Accion Planeta, yaitu program mengenai kepedulian lingkungan.
Energy and Climate
Di Brazil, Coca-Cola meluncurkan program Brazillian Rainforest Water, yaitu program untuk mendukung recovery Hydrographic Basins, reboisasi. Sedangkan di Mexico, Coca-Cola ikut dalam program restorasi tanah dan penanaman 30 million pohon.
5. North America
Seperti kita ketahui bersama bahwa North America merupakan tempat berdirinya Coca-Cola dan sekarang menjadi kantor pusat Coca-Cola. Di Amerika Serikat dan Kanada, Coca-Cola fokus pada Environmental Stewardship dan Youth Development.
Beberapa program yang telah dilaksanakan Coca-Cola diantaranya adalah :
Youth Development
Mendirikan Coca-Cola Scholars Foundation, dengan dana $32 million, khususnya dalam hal beasiswa pendidikan. Selain itu, meluncurkan program Reaching Out bekerjasama dengan sukarelawan yang bertujuan untuk mendukung berbagai program pendidikan, diantranya dengan mengajar di elementary dan middle school.
Water Stewardship
Coca-Cola bekerjasma dengan WWF, fokusnya adalah di Southeastern river, Rio Grande.
Energy and Climate Protection
Meluncurkan program Going Green, program untuk mendukung penghematan penggunaan energi, Coca-Cola mengalokasikan lebih kurang $3 million.
Sustainable Packaging
Mendirikan Recycle Bank.
Active lifestyles
Meluncurkan program National Park Foundation, dengan dana lebih kurang $2.5 million, yang digunakan untuk mendukung kepedulian tentang kegiatan alam, pendidikan, dan rekreasi.

6. Pacific
Dengan jumlah penduduk yang cukup besar yaitu lebih kurang 2.1 billion, di Pacific, Coca-cola mempunyai komitmen untuk membantu meningkatkan akses serta kesediaan terhadap air bersih. Selain itu Coca-cola juga mengintensifkan untuk membuat kemasan yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang.
Beberapa program yang telah dilaksanakan Coca-Cola diantaranya adalah :
Water Stewardship
Di Indonesia, Coca-cola meluncurkan program Cinta Air (Love Water), yaitu program penyediaan air bersih dan system sanitasi yang baik.
Youth Development
Meluncurkan program Little Red Schoolhouse di Filipina, yaitu program yang ditujukan bagi anak-anak yang kurang beruntung agar dapat mengenyam pendidikan dasar.
Sustainable Packaging
Coca-cola Hongkong, Swire Coca-cola HK (SCHK) meluncurkan Recycling Reserve, yaitu dengan membuat reserve vending machine untuk me-recycle PET bottle.
Energy and Climate
Meluncurkan program Bottling Plant Efficiencies.
Well-being
Bekerjasama dengan Chinese Foundation unutk meningkatkan kepedulian terhadap HIV/AIDS, kesehatan, dan pendidikan di Cina.
Disaster Recovery
Ikut dalam program Post-Tsunami Recovery Program in Asia. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan Coca-cola diantaranya adalah dam contructions, pnyediaan air bersih, sistem sanitasi dan lain sebagainya.


Daftar biaya perusahaan yang berhubungan dengan Corporate Social Responsibility dan Corporate Ethical Reporting:
1. Donasi untuk Coca-Cola Foundation : $ 100 million
Terdiri dari:
Dana untuk Corporate Social Investment: $ 70 million
Masing-masing terdiri dari;
- community and economic development: $25 million
- higher education: $20 million
- culture and arts: $13 million
- other: $7 million
- health and social services: $3 million
- environment: $2 million
Proyek di Croatia, Kazakhstan, Romania dan Turkey dalam
bidang penggunaan air: $ 7 million
Program perlindungan produktivitas dan kesehatan ekosistem
Hutan di Mexico : $ 6 million
Lain-lain : $17 million
2. Postretirement health care obligation untuk US : $ 224 million
3. Membangun bottle-to-bottle recycling di Austria (€15 million) : $ 21 million
Total biaya yang berhubungan dengan CSR dan CER : $ 345 million

Cost of Good Sold untuk tahun 2006 : $ 8, 164 million
Persentase biaya untuk CSR dan CER dibanding dengan cost of good sold:
$ 345 million x 100% = 4,2 %
$ 8, 164 million
Net income untuk tahun 2006: $ 5,080 million
Persentase pendapatan Coca-cola yang digunakan untuk CSR dan CER :
$ 345million x 100% = 6, 79 %
$ 5,080million
KALAU INGIN SEHAT MINUMLAH SUSU
Total biaya yang berhubungan dengan CSR dan CER pada Pepsi Cola : $ 58,5 million
Persentase biaya untuk CSR dan CER pada Coca-cola dibanding dengan Pepsi Cola:
$ 345 million x 100% =
$ 58,5 million