Rabu, 23 November 2011

ETIKA BISNIS TERHADAP CORPORATE SOSIAL RESPONSIBILITY(CSR) PADA PT. FREEPORT INDONESIA

NAMA : GABRIELLE GIRI E
KELAS : 4EA12
NPM : 10208531
 
ETIKA BISNIS TERHADAP CORPORATE SOSIAL
RESPONSIBILITY(CSR) PADA PT. FREEPORT INDONESIA
 
PT.FREEPORT Indonesia (PTFI) adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport Mc MoRan Copper & Gold Inc. PT. Freeport Indonesia merupakan penghasil terbesar konstrat tembaga dari bijih mineral yang juga mengandung emas dalam jumlah yang berarti.
Awal berdirinya PT.FREEPORT Indonesia (PTFI) bermula saat seorang manajer eksplorasi Freeport Minerals Company: Forbes Wilson, melakukan ekspedisi pada tahun 1960 ke Papua setelah membaca sebuah laporan tentang ditemukannya Ertsberg (Gunung Bijih), sebuah cadangan mineral, oleh seorang geolog Belanda; Jean Jacques Dozy, pada tahun 1936. setelah ditandanganinya kontrak karya pertama dengan Pemerintah Indonesia bulan April 1967, Konstruksi skala besar dimulai bulan Mei 1972. Setelah para geolog menemukan cadangan kelas duni Grasberg pada tahun 1988, operasi PTFI menjadi salah satu proyek tambang tembaga/emas terbesar di dunia. Di akhir tahun 1991, Kontrak Karya kedua ditandangani dan PTFI diberikan hak oleh Pemerintah Indonesia untuk meneruskan operasinya selama 30 tahun
PTFI merupakan salah salah satu pembayar pajak terbesar bagi Negara Indonesia. Sejak tahun 1992 sampai 2005, manfaat langsung dari operasi perusahaan terhadap Indonesia dalam bentuk dividen, royalti dan pajak mencapai sekitar 3,9 milliar dolar AS. Selain itu PTFI juga telah memberikan manfaat tidak langsung dalam bentuk upah, gaji dan tunjangan, reinvestasi dalam neger, pembelian barna gdan jasa, serta pembangunan daerah dan donasi. Dalam tahun 2005 PTFI telah menghasilkan dan menjual konsentrat yang mengandung 1,7 miliar pon tembaga gan 3,4 juta ons emas.
PTFI (PT.FREEPORT) Company memiliki visi untuk menjadi tambang terbaik di dunia yang berlokasi di ketinggian dan lingkungan bercurah hujan tinggi. Kepemilikan sahamnya adalah Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc (AS) sebesar 81,28%, Pemerintah Indonesia sebesar 9,36% dan PT. Indocoppor Investama sebesar 9,36%. 

Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR)
PT.FREEPORT memiliki komitmen untuk mengelola dan meminimalisasi dampak dari kegiatan operasionalnya terhadap lingkungan dan untuk mereklamasi serta menghijaukan kembali lahan yang terkena dampak. Melalui kebijakan lingkungan, PT.FREEPORT berkomitmen untuk melaksanakan pengelolaan dan praktik-prkatik lingkungan yang baik, menyediakan sumber daya yang cukup layak guna memenuhi tanggung jawab tersebut dan melakukan perbaikan berkesinambungan terhadap kinerja lingkungan pada setiap lokasi kegiatan. PT.FREEPORT juga memiliki komitmen kuat untuk mendukung penelitian ilmilah guna memahami lingkungan di sekitar tempat PT.FREEPORT beroperasi, serta melakukan pemantauan yang komprehensif untuk menentukan efektivitasdari praktik-praktik pengelolaan.
Selain itu, PT.FREEPORT juga bekerja dengan instansi pemerintah, masyarakat setempat, maupun lembaga swadaya masyarakt yang bertanggung jawab, untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Dalam hal ini PT.FREEPORT menganut prinsip-prinsip kerangka kerja pembangunan berkelanjutan dari dewan internasional tentang pertambangan dan logam Sustainable Development
Framework of the international Council ini Mining and Metals (ICMM), dimana
PT.FREEPORT termasuk anggotanya:
1. Pelaksanaan Audit Lingkungan
Audit lingkungan yang dilakukan PT.FREEPORT menghasilkan informasi bagi para manajer tentang kinerja lingkungan saat ini serta membantu mengindentifikasi peluang-peluanga perbaikan.
2. Program Pengelolaan Trailing
Pengendapan Dimodifikasi), yaitu sebuah sistem yang direkayasa dan dikelola
bagi pengendapan dan pengendalian tailing.
Pengambilan sampel secara luas terhadap mutu air dalam pengelolaan tailingmenunjukkan bahwa air pada sungai yang mengangkut tailing dari pabrik pengolahan  PT.FREEPORT di daerah dataran tinggi  menuju daerah pengendapatnd I dataran rendah telah memenuhi baku mutu air bersih untuk logam terlarut sesuai peraturan Pemerintah Indonesia maupun USEPA (Lembaga Perlindungan Lingkungan AS).
3. Reklamasi dan Penhijauan kembali
a. Daerah dataran tinggi
Para ilmuwan internasional dan staff PT.FREEPORT telah mengkaji ekologi dari ekosistem alpin di wilayah kerja PT.FREEPORT, serta mengembangkan cara-cara handal untuk menghasilkan bibit jenis tanaman asli. Kajian-kajian yang pernah dilakukan hingga saat ini mencakup etnobotani, keanekaragaman hayati pada ekosistem su-alpin dan alpin, pemanfaatan jenis-jenis asli tanaman lumut dan bakteri untuk strategi reklamasi perintis dan budi daya jaringan untuk pengembangan jenis tanaman alpin asli.hingga akhir 2005, lebih dari 10 hektar tanah terganggu pada tambang di daerah dataran tinggi yang berhasil dihijaujan kembali dalam rangka memenuhi komitmen PT.FREEPORT kepada pemerintah Indonesia.
b. Dataran rendah
Tujuan dari program reklamasi dan penghijauan kembali PT.FREEPORT di daerah dataran rendah adalah untuk mengubah endapan tailing pada daerah pengendapan menjadi lahan pertanian atau dimanfaatkan sebagai lahan produktif lainnya, atau menumbuhkannya kembali dengan tanaman asli setelah kegiatan tambang berakhir.
4. Pengelolaan Overburden dan air asam tambang
PT.FREEPORT menangani overburden melalui sebuah rencana pengelolaanoverburden komprehensif yang telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia.PT.FREEPORT melakukan pengelolaan dan pemantauan terhadap air asam tambang yang dihasilkan oleh kegiatannya. Sesuai rencan pengelolaan overburden yang telah disetujui oleh pemerintah, PT.FREEPORT 
menempatkan overburden pada daerah-daerah terkelola di sekitar tambang
terbuka Grasberg.
5. Pengelolaan dan daur ulang limbah
Program-program pengelolaan lingkungan PT.FREEPORT mencakup seluruh aspek kegiatannya bukan saja yang berhubungan dengan pertambangan. Program-program minimilasasi limbah yang dilaksanakan mencakup pengurangan dan penukaran dengan produk-produk ramah lingkungan. Bahan yang dapat didaur ulang seperti aluminium, besi tua, dan baterai bekas didaur ulang sesuai ketentuan pemerintah Indonesia. Mutu limbah cair dari seluruh instalasi pengolahan limbah cair dipantau secara berkala untuk parameter pH (kadar alkali), BOD (Biological Oxygen Demand), TSS (Total Suspended
Solids/total padatan tersuspensi) serta minyak dan lemak sesuai baku mutu.
6.Dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh
PT.FREEPORT, USAID dan keuskupan Timika maka didapatkan sebuah model yang akan mengembangkan nelayan kepada kehidupan yang maju. Kendala nelayan terberat adalah jika tidak ada pabrik es, tempat pelelangan ikan yang memadai termasuk pelabuhan perikanan, sarana penyediaan bahan bakar minyak (BBM) dan cold storage. Bersama vibizconsulting dibangun sebuah model CSR yang belum pernah diterapkan sebelumnya. Nelayan akan mampu bersaing karena pengembangan sumberdaya manusia menjadi titiktolak berdirinya masyrakat nelayan yang tangguh. (www.vibislearning.com)
Kontroversi 
Berdasarkan aktivitas CSR yang dilakukan perusahaan, sebetulnya sudah ada usaha perusahaan untuk memperhatikan stakeholdernya namun masih terdengar beberapa peristiwa yang terkait dengan pertentangan masyarakat dengan perusahaan. Seperti tanggal 21 Februari 2006 terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi PT.FREEPORT di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam PT.FREEPORT. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama PT.FREEPORT di RidgeCamp, di Mile 72-74, selama beberapa hari, yang merupakan jalan utama (akses satu-satunya) ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg. Setelah itu banyak demo-demo dilakukan oleh masyarakat Papua untuk menutup Freeport.
Berdasarkan aktivitas CSR yang dilakukan perusahaan, sebetulnya sudah ada usaha perusahaan untuk memperhatikan stakeholdernya namun masih terdengar beberapa peristiwa yang terkait dengan pertentangan masyarakat dengan perusahaan. Seperti tanggal 21 Februari 2006 terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi PT.FREEPORT di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam PT.FREEPORT. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama PT.FREEPORT di Ridge      
Pada 17 Maret 2006, tiga warga Abepura, Papua, terluka akibat terkena peluru pantulan setelah beberapa anggota brimob menembakkan senjatan ke udara di depan Kodim Abupura, beberapa wartawan televisi yang meliput dianiaya dan dirusak alat kerjanya oleh brimob. Tanggal 22 Maret 2006, lereng gunung di kawasan pertambangan terbuka PT.FREEPORT Indonesia di Grasberg, longsor dan menimbun sejumlah pekerja 3 orang meninggal dan puluhan lainnya cedera. Pada 23 Maret 2006 Kementrian Lingkungan Hidup mempublikasikan temuan pemantauan dan penataan kualitas lingkungan di wilayah penambangan PT.FREEPORT Indonesia. Hasilnya Freeport dinilai tak memenuhi batas air limbah dan telah mencemarkan air laut dan biota laut. Tanggal 18 April 2007 sekitar 9.000 karyawan Freeport mogok kerja untuk menuntut perbaikan kesejahteraan. Perundingan akhirnya diselesaikan paa 21 April setelah tercapai kesepakatan yang termasuk mengenai keniaikan gaji terendah. (www.Wikipedia)
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa aktivitas CSR yang dilakukan oleh perusahaan belum sepenuhnya mengena pada sasaran. Artinya perusahaan belum benar-benar memperhatikan kepentingan stakeholder seperti masyarakat Papua, belum memperhatikan keseimbangan lingkungan sekitarnya, dan terkesan hanya menjadikan pelaksanaan CSR untuk kepentingan kegiatan perusahaan, terutama dalam menarik simpati pemerintah dan PBB. Dan dari uraian tersebut dapat diindikasikan bahwa perusahaan hanya menyenangkansharehold er dengan meningkatkan laba perusahaan dari tahun ke tahun.
Disisi lain pemerintah kurang menjalankan pengawasan terhadap PT.FREEPORT dengan baik, sehingga fungsi kontrol dari pemerintahan menjadi kurang berfungsi. Salah satu penyebabnya adalah masih adanya kolosi yang dilakukan dengan pejabat dan instansi keamanan. Disamping itu kepemilikan saham oleh pemerintah Indonesia yang sangat kecil yaitu sebesar 9,36% menjadikan pemerintah tidak memegang kendali dalam pembuatan keputusan perusahaan.
Akibat dari tidak adanya kendali dari pemerintah menjadikan masyarakat sekitarnya tidak dapat menikmati kekayaan alam yang seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarat diwilayah tersebut. Selain itu perusahaan juga terkesan tidak benar-benar memperbaiki lingkungan tambang untuk ditanami sesuai dengan kemauan pemerintah.
Menghadapi hal tersebut, maka penggunaan regulator bagi pelaksanaan CSR disuatu perusahaan harus ditingkatkan, sebagai upaya menjaga keseimbangan kepentingan antara sharholder dengan stakeholder. Walaupun pemerintah telah mengupayakan beberapa undang-undang untuk pelaksanaan pertambangan dan lingkungan hidup, seperti:
1. Undang-Undang Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan No. 11
Tahun 1967 Tanggal 2 Desember 1967.
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UU-PLH)
3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 23 tahun 2008 tentang Pedoman teknis pencegahan dan atau kerusakan lingkungan hidup akibat pertambangan emas masyarakat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar